Omah Petroek, Rumah Budaya berbasis Ekologi
Aku bingung mau menulis kalimat apa di paragraf pembuka ini. Memulai sebuah ulasan tentang tempat untuk menepi minum kopi di pinggir kali yang selalu dialiri lahar Merapi. Sebuah persinggahan asri untuk belajar tentang budaya, seni, tradisi dan ekologi. Omah Petroek namanya. Awalnya rumah ini digunakan sebagai rumah menulis dan mencari inspirasi oleh Sindhunata untuk membuat karya tulis yang terbit di Majalah Basis. Aku lebih suka menyebut Omah Petroek Rumah Budaya.

Seiring berjalannya waktu, rumah menulis semakin dikenal oleh lingkungan dan lintas komunitas. Rumah menulis pun berkembang menjadi tempat kegiatan diskusi, seminar, workshop, kebudayaan, kesenian, pendidikan, latihan kepemimpinan, dan penginapan. Menurut Antok Agustinus, selaku pengelola menjelaskan bahwa Omah Petroek pun dipaksa harus tumbuh dan berkembang dengan menambah bangunan-bangunan semi permanen demi bisa mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sana.
Petroek tokoh punokawan dalam pewayangan dipilih khusus sebagai ikon karena sifatnya. Petroek terkenal seperti rakyat biasa yang sederhana, jujur, dan ramah. Pun Omah Petroek, tidak akan pernah menawarkan kemewahan. Tapi karyawan Omah Petroek akan menawarkan kejujuran dan keramahan. Hal ini disimbolkan dengan patung-patung petroek dalam berbagai ekspresi di sana.
Omah Petroek tumbuh berdampingan dengan pohon-pohon liar di sana. Tak heran jika udara yang bersih dan cenderung basah akan menyapa saat pertama kali turun dari kendaraan. Sinar mentari pun malu-malu menyapa. Ia relakan dedaunan memayungi halaman. Suara jangkring dan gemericik air menambah syahdu dalam menghabiskan waktu.
“Saya tidak bisa menjamin tempat ini bersih dari dedaunan, karena ini kan kebon,” ungkap Antok sambil tertawa. Koleksi tanaman di Omah Petroek memang khas tanaman pekarangan dan kebun. Pohon-pohon besar seperti kelapa, melinjo, kelengkeng, alpukat, durian, nangka, beringin, dan bambu tumbuh di sana. Udara lembab di Omah Petroek mendukung suburnya tanaman paku, anggrek, perdu, dan lumut-lumut yang hampir menutupi patung-patung dan dinding-dinding batu.
Omah petruk terletak di kaki Gunung Api Merapi, kampung Karang kletak, Wonorejo, Pakem, Sleman. Tepat di pinggir Kali Boyong di atas Sendang Bagong, Omah Petroek selalu terbuka untuk siapa pun. Tanaman dan tumbuh-tumbuhan adalah pagar pembatas dengan tanah warga. Pintu gerbang difungsikan sebagai penanda jika di dalamnya sedang ada kegiatan sekaligus peringatan pengunjung lain dilarang masuk.
Tanah yang subur dengan air berlimpah membuat antok dan 12 rekan kerjanya senantiasa mengekplorasi lingkungan Omah Petroek agar lebih kaya dalam menyuguhkan pendidikan ekologi terhadap pengunjung. Tepat dihalaman belakang Omah Petroek ada sepetak tanah yang mereka garap sebagai lahan persiapan tanaman umbi-umbian dan kolam lele. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Omah Petroek melalui kegiatan-kegiatan menulis, seni, tradisi, budaya, dan pendidikan ternyata direspon bagus oleh warga. Ada dua bidang tanah di sebelah tenggara Omah Petroek digunakan untuk budidaya strawberry dan jamur kuping. Lagi-lagi kedua wilayah ini hanya dibatasi dengan tanda alam yaitu perbedaan ketinggian tanah dan barisan tanaman. Batas-batas alam ini memungkinkan dan mempersilakan pengunjung atau pun warga setempat untuk kunjung silang.

Tidak hanya berkebun, anak-anak hingga dewasa dapat memanfaatkan fasilitas sendang yang bisa digunakan untuk berenang. Ada Sendang Nganten yang memiliki kedalaman 150 cm dan telah diubin biasanya dipakai untuk berendam dan berenang. Tepat di atasnya ada patung Budha dan Dewi Kwan Im. Sisi utaranya adalah rumpun bambu.

Satu sendang lagi berada di bawahnya didesain menggunakan kepingan batu dengan kedalaman 2 meter dan 50 cm lebih difungsikan untuk mandi setelah berenang dari sedang Nganten atau meditasi di malam hari. Cirinya ada dua patung naga berada di atas tembok sendang ini. Sendang Bagong namanya. Fasilits kamar ganti sekaligus kamar mandi disediakan sebanyak 5 tepat di depannya.

Jika anda tertarik mengunjungi Omah Petroek untuk menginap, maka ajaklah 9 orang teman atau keluarga anda untuk memenuhi kuota minimal menginap. Karena Omah Petroek tidak menyediakan kamar untuk pasangan sekalipun suami istri. Kuota maksimal adalah 100 orang dengan harga @ Rp 200.000 rupiah sudah termasuk 3 kali makan 2 kali kudapan khas desa. Jika anda hanya ingin berkunjung untuk sekedar menepi dan swapoto tidak akan dipungut biaya tiket masuk. Tapi anda bisa memberikan sumbangan sukarela melalui kotak yang disediakan pengelola di depan kantor sekretariat. Meski di rumah budaya, Omah Petruk memiliki 5 ruang ibadah, yaitu langgar, kapel, joglo, dan pura.

Ruang Ibadah paling baru di Omah Petroek
Sesungguhnya, berkunjung ke Omah Petroek tak hanya melulu soal ekologi. Banyak hal yang bisa anda lakukan dan kerjakan termasuk pemaknaan dari tiap bangunan atau pun karya seni yang dipajang di sana. Selebihnya anda bisa mengkaji secara langsung dengan menginap atau menghabiskan hari bersama teman-teman anda. Datanglah ke sana dan ambil seperlunya lalu bagikan pada yang lainnya.
Rahayu, Salam Budaya.