Sejak usia 8 tahun, Papa sudah memperkenalkan sepeda motor padaku. Ingat sekali waktu itu kami masih tinggal di kampung yang cukup padat penduduk di sekitar Jalan Kaliurang Km 10, Yogyakarta. Seminggu sekali, Papa mengajakku keliling dusun melalui jalan aspal yang lumayan baru menggunakan motor Yamaha Alfa warna hitam. Kakiku memang belum sampai ke tanah, memaksa jinjit pun tak sampai. Namun kakiku bisa menginjak postep. Papa duduk dibelakangku. Hal pertama yang ku pelajari adalah memahami isi stang motor (saklar starter, lampu, klakson, rem), mengatur gas dan memindahkan gigi, waktu menekan saklar sein, membelok, dan etika menyebrang serta mengerem.
Sejak mengerti cara mengendarai motor, justru papa tidak mengizinkan aku bepergian sendiri tanpa pengawasannya. Papa juga tidak membelikan helm khusus untukku, ini alasan kuatnya agar aku tidak pergi sendirian menggunakan motor. Barulah SMP kelas satu, Papa menyuruhku mengendarai Yamaha F1, motor kurus 2 tak yang sudah menggunakan kopling. Masha Allah, empat tak saja belum pernah mengendarai secara rutin tapi sudah langsung disuruh membawa motor kopling. Kali ini papa bilang, “caranya sama, saat gas kamu tarik kopling kamu lepaskan perlahan, jika dirasa gas mau habis tarik lagi koplingnya dan ulangi,” apa yang terjadi? Motor gak jalan-jalan. Lepas kopling ya mati, nyalain lagi, begitu seterusnya sampai kakiku kaku karena double starter gak hidup.
Belajar menggunakan motor bagiku bisa disebut otodidak, bagaimana tidak papa hanya seperti buku teks. Tapi papa selalu berpesan, “mengendarai motor itu mudah, tapi menjaga keamanan diri dan pengendara lain di jalanan itu susah. Kita sudah berhati-hati, tapi yang lain belum tentu.” Sejak itu papa betul-betul mengizinkan aku mengendarai di jalan raya pada saat usia 16 tahun. Kali pertama aku dibiarkan menembus dinginnya subuh dari Jogja menuju Sragen. Saat itu aku dan mama harus tinggal di Sragen sedangkan Papa masih di Jogja karena tugas negara. Inilah awal dari kebiasaan menempuh rute Sragen, Solo, Klaten, Karanganyar, Jogja, Magelang, Gunung Kidul, Kulon Progo sendirian.

Tahun 2009 aku kembali ke jogja. Aku berkesempatan kuliah di UNY jurusan PLB. Papa membelikan Mio Sporty warna putih untukku. Aku menamainya Pedhet (anak sapi). Gak bertahan lama, hanya 2 tahun aku mengendarainya. Bukan apa-apa, gesit memang dan cocok jika digunakan untuk aktivitas di dalam kota. Tapi aku merasa gagu dan gagal feminin dengan mio. Akhirnya mio itu untuk adik perempuanku.
Papa mengendarai Yamaha RX-King saat itu. Beberapa kali aku disuruhnya mengendari motor yang tanpa anak kunci itu. Tapi hanya dipakai untuk ke warung dan di dalam kampung. Jika berada di jalan raya aku hanya diizinkan membonceng. Tepat tahun 2010, Om ku memberikan Yamaha Scorpio Z padaku. Aku menamainya Jeruk mandarin karena warnanya oranye. Inilah motor paling setia yang sudah menemaniku naik gunung, turun ke pantai, mengelilingi kota, dan mempertemukanku dengan banyak saudara, serta berbagai cuaca. Darinya aku belajar memperhatikan banyak komponen yang tidak pernah ku mengerti. Aku jadi rajin kebengkel untuk servis, mencuci motor sendiri, dan memperhatikan hal-hal kecil seperti lampu yang mulai redup serta tekanan ban tiap hari.

Jeruk mandarin sudah sepert pacarku sendiri. Kemana-mana aku bersamanya. Rute terakhir yang pernah kami tuju adalah Jogja-Temanggung. Saat itu aku berangkat dari Jogja jam 15.00 mendung sudah menggantung di langit. Benar saja baru sampai Jombor hujan turun dengan lebatnya. Beruntung, aku membawa jas hujan. Aku nekat memacu Jeruk Mandarin. Tujuan kami adalah Rumah Kopi Mukidi melalui jalur Kendal. Rute yang sama sekali belum pernah aku lalui. Hanya mengandalkan papan rambu-rambu warna hijau dan GPS (gunakan penduduk setempat).
Rute Jogja-Temanggung itu naik turun, dan berkelok. Sama seperti rute Jogja-Wonosari, Jogja-Wanasobo, Jogja-Semarang. Yamaha Scorpio Z ku ini sudah terbiasa dengan rute itu. Aku modal bensin dan Yakin, tersesat karena salah jalur bagiku adalah bonus yang harus dinikmati. Sekitar pukul 20.00 aku baru tiba di Rumah Kopi Mukidi, alhamdulillah Yamaha Scorpio Z ku tetep tegar dan tidak ngambek. Tapi aku, yang akhirnya sedikit flu. Esoknya, kami harus pindah ke Kenteng Jaya, perbatasan Temanggung dan Semarang. Masih demi kopi dan silaturahmi.

Tapi sekarang kemesraanku dengan Yamaha Scorpio Z hanya bisa dinikmati dari tulisan ini. Sudah 6 bulan lalu setelah papa menghadiahi sepatu PDLnya padaku untuk perjalanan Jogja-Temanggung. Papaku menarik Yamaha Scorpio Z ku dengan alasan yang menurutku kurang bermutu. Hanya karena aku perempuan dan tidak pantas mengendarai motor laki yang justru keluar dari mulut tetanggaku. Akhirnya, aku ngambeg dan tidak mau mengendarai motor matic yang disiapkan untukku. Meski begitu bukan berari aku betul-betul bebas dari motor laki. Hahahaha.
Sejak aku kenal dengan Komunitas Yamaha Riding Academy (YRA) Yogyakarta, aku masih bisa mencicipi berbagai seri motor laki. Hihihihi. Tiap hari minggu mereka mengadakan latihan bersama di Hombase YRA, Sayap Barat Stadion Maguwoharjo, Jogja yang dibuka untuk umum. Nah, di situlah aku melampiaskan naik motor sport lagi. Selain didampingi para instruktur profesional aku juga berkesempatan mencoba produk-produk motor sport Yamaha seperti Xaber, R15 dan R25. Mengendarai Yamaha R25 awalnya sih biasa saja, merasa tarikannya tak jauh beda dengan Yamaha Scorpio Z yang semakin ngebut makin enteng. Setelah tahu, baru sadar ternyata mimpi naik motor 250 cc diwujudkan bareng Yamaha.

Terima kasih, Papa dan Yamaha. Tanpa kalian kenangan dan sekarang tidak pernah ada. Ini pengalamanku bareng Yamaha, mana pengalamanmu?
Menarik mbak pengalamanmu. Bagiku motor adalah teman, terkadang dia juga bisa jadi kekasih, butuh perhatian, butuh belaian tangan kasarku khas mekanik, butuh minum, bahkan butuh shoping minta dibeliin aksesoris. Besok-besok ikut touring bareng ah, aku tunggu ajakannya hehe
Betul betul betul, kamu touring ada gandengan e, capek ada yang mijitin. Akuh… Gak papasih, yuk sekalian aku temenin kalian honeymoon. Hihihi
Hahaha itu mau nemenin apa mau ngikut? Kalo touring aku lebih suka single mbak, karena bisa bawa bekal lumayan dan gak was2 salip kanan-salip kiri soalnya cuman bawa 1 nyawa doang hehe
Wahahaha, touring donkkk. Betul, meski slalom harus tetep safety lho.
Cocok e dadi bintang iklan yamaha hehehehehe, opo maneh bersanding kato vr46, n vinaless untuk 2017 , coba di ajukne nang pihak yamaha critane, sopo ngerti terinspirasi jadi bahan iklan 🙂
Ii… Pengen kalau sama VR 46. Sejak kecil rebutan tv sama mama kl pas jadwal moto GP.
Makasih doanya mas uro.
Yamaha memang handal. Jadi ingat sama yamaha alfa merah punyaku Gak pernah mogok.
Perjalanan paling panjang dengan alfa saat harus pergi ke surabaya dan hanya ada motor merahku itu.
Lancar car….gak ada kendala….hehe
betul pak, larinya juga cocok untuk pemula sepertiku waktu itu. desainnya kotak tapi ramping je, alus lagi suaranya.. ayo diceritakan pengalamannya pak bowo…
bersama yamaha #lamapuidirmu hihihi….
Aku gabisa naik kopling. Hiks hiks hiks.
Btw kalo temanggung jogja aku udah beberapa kali sih motoran. Tp kalo jogja temanggungnya malah belum pernah. Enak jalanannya banyak yg halus walau gelap dan naik turun
Iya, betul aqied. pernah belum ke temanggung yang kenteng? wow bingit hutan belantara di sana. hihihi lewat jalur dalam lho ya.
Kamu pakai Yamaha ya Zha… Semoga dengan Yamaha kamu akan bertemu Cinta ya Zha… ehhh….wlwkwk…
Aku juga pakai Yamaha Mio Soul, mulai 2008 sampai sekarang belum ganti dan tetep wuss..wuss…
Dan mengembara bareng cinta bersama Yamaha itu luar biaasaahh…
Kamu kapan Zhaaaaa….
Duh…
Duh…
oia om, larno belum pernah liat aku naik scorpio sih ya, pas itu kn aku bawa grobag mantan ke sana.
hahahahaha
iya deh om, semoga yamaha bisa nemuin aku sama cinta sejati
makasih ya om, doanya.
Kamu setia dengan Yamaha ya Zha….
Aku juga… Sudah dr Yamaha 75 ijo…
Dan dari 2008 pakai Mio Shoul sampai sekarang … tetep wuss…wuuusss…
Dan semoga Elzha dengan Yamaha segera menemukan cinta ya Zhaaaa…..
#Ehhh………wkwkwk
om juga setia dengan yamaha. hihi
Wah keren mbak elzha. Aku aja bisa naik motor pas kelas 2 SMA. Hahahh.
yang penting sekarang udah pinter naik motor dan tetap jaga keselamatan berkendara.
apalagi mengendari bahtera rumah tangga, selamat ya…
turut bahagia.
wah pengalamannya boleh juga mbak haha
Hihi tep kalah jauh sama plintiran gasmu, sutopo
Keren top capcus
Kembangkan, teruslah berjalan kemana mimpi anda dapatkan
Seperti yamaha yang terus berjalan seindah pengalamanmu.
Siap ava
yamaha semakin di depan q juga dari dulu suka yamaha, smape ingin bekerja di yamaha ketok e asik
Toas!
Aku juga suka suka suka
Kalau aku yang penting bisa jadi rekanan bisnis. Hihihi
Wow..keren bisa naik motor cowok mbak elzha. Aku pengen coba tapi udah takut duluan. Cemen..hehehe
nyoba dulu dari yang bebek rasa sport mak arifah
Wah segala motor Yamaha udah pernah dicicipin dari kecil ya. Keren. Kalau lewat Magelang lagi mampirlah, istirahatlah barang sebentar di rumahku sambil mimik kopi. Hihihi.
siap…
boleh-boleh terus city tour ya kak
hahaha
Wow..tomboy abis nih mak Elzha….but keren loh.. 🙂
iya, mak.. sampai orang gak percaya aku perempuan.
Wow. 8 th udah belajar motor.
Aku juga pake Yamaha. Dulu pernah pake Yamaha Jupiter MX, tapi trs enggak lihai mainin koplingnya. Trus semenjak ada matic, lebih suka pake matic. Kakinya enggak capek. 😀
aku kaya naik apa gitu rasanya kl naik matic mak. wkwkwkw
eh aku juga pernah naik mx lho baik yang kopling maupun blm kopling sampai lupa aku critain
mak elzha keren kalo naik motor kopling
kamu keren kalo naik matic aku kalah :v
wih mbanya ngeri maenannya 223 cc dulu klo ga scorpio tiger mba enak bgt buat jarak jauh nyaman.
Iya mas, itu aku pqkai scorpio.
Nyaman banget, tapi akhir² aisnya sering trouble
Jarang-jarang perempuan pakainya motor gede mba…..Sangat pemeberani mba Elzha:)
Halo, Kak.
Terimakasih sudah membaca.
heheh…mengimbangai gerak saya sih kenapa pakai motor gede